28 March 2013

Review: Brick (2006)


United States | Drama, Action & Adventure, Mystery & Suspense | R | Directed by: Rian Johnson | Written by: Rian Johnson | Cast: Joseph Gordon-LevittNora Zehetner, Emilie de Ravin, Noah Fleiss, Matt O'Leary, Richard Roundtree, Lukas Haas | English | Run time: 115 minutes |

Plot:
Brendan Frye (Joseph Gordon Levitt) adalah seorang remaja pendiam yang sedang mencari pembunuh mantan kekasihnya, Emily (Emilie de Ravin). Untuk melakukan itu, dia harus terlibat bisnis narkoba dunia gelap yang penuh bahaya.

Review:
Brick merupakan film garapan sutradara Rian Johnson. Bagi yang masih belum familiar dengan sosoknya, mungkin lebih kenal dengan salah satu filmnya yang rilis tahun lalu, yakni Looper (2012). Brick merupakan debut Johnson sebagai sutradara dan ceritanya ditulis sendiri olehnya.

Brick menceritakan penulusuran Brendan mengenai pembunuhan mantan kekasihnya yang bernama Emily. Suatu hari, Brendan mendapatkan pesan untuk menerima panggilan telepon dari sebuah telepon umum di suatu persimpangan jalan. Telepon tersebut berasal dari Emily. Dengan suara getirnya, Emily meminta tolong Brendan untuk menyelamatkannya dari sebuah permasalahan yang pelik. Telepon tersebut terputus, Emily yang amat ketakutan dengan terburu-buru menutupnya. Mulai saat itu, Brendan berusaha menemukan dan menyelamatkan Emily. 


Pencarian Brendan tidak semudah yang diperkirakan. Demi mencari asal permasalahan dan keberadaan Emily, Brendan harus tenggelam dalam bisnis peredaran narkoba di sebuah suburb California yang berbahaya. Dalam usahanya tersebut, dia dibantu oleh sahabatnya yang penuh dengan informasi, Brain (Matt O'Leary), dan dia bertemu dengan orang-orang seperti Laura (Nora Zehetner), The Pin (Lukas Haas), dan Tugg (Noah Fleiss). Kemudian, apakah Brendan dapat menemukan Emily dan pelaku pembunuhan mantan pacarnya tersebut? Lalu, apakah Brendan dapat selamat dari bahaya yang mengintai pencariannya?

Film yang berlatarkan sebuah SMA di suburb Califonia ini bisa dibilang memiliki kemasan yang cukup menarik. Dikemas dengan gaya noir yang kental, Brick berhasil membuat cerita yang ditulis oleh Rian Johnson ini menjadi sebuah pengalaman menonton yang menarik. Segala pengambilan gambar dan scoring film ini tertata dengan apik dan berkesinambungan dengan cerita yang ditampilkan di layar. Bisa dibilang, hal tersebut sangat mendukung Brick untuk menjadi film yang mumpuni dan stand out dibandingkan film-film sejenis.


Pada awalnya gue lost dengan cerita film ini. Gue dibuat bingung sosok si Brendan dan kompleksitas ceritanya. Namun mulai memasuki pertengahan film, gue mulai hanyut dan menikmati cerita Brick. Tempo lambannya awalnya menjadi masalah bagi gue, namun setelah dipikir-pikir lagi inilah salah satu kelebihan film ini. Dengan tempo lambatnya, gue dibuat tenggelam, gue seakan-akan ikut mencari pembunuh Emily bersama Brendan.

Pemilihan latar SMA di suburb Califonia menurut gue juga sangat tepat. Unik mungkin menjadi kata yang sesuai. Dengan latar sebuah SMA, cerita detektif ini menjadi familiar tetapi juga terasa amat asing secara bersamaan. Kata-kata seperti kelas, guru, kepala sekolah, atau dengan siapa kita makan siang terkesan nostalgic tetapi di film ini kita seakan diberi tahu akan adanya 'politik' dunia-dunia gelap yang ada disekitar kita (gue ngomong apaan sih nih).

Best Scene:
Ketika Dode akan mengancam Brendan. Dode yang sedang emosi akan menuduh Brendan sebagai dalang kematian Emily di depan The Pin dan Tug. Eksplosif. Awal mula terjadinya perang.



Jadinya?
You better be sure you wanna know what you wanna know. Brick merupakan film detektif yang memadahi. Kita seolah-olah diajak ikut menyelidiki kasus kematian Emily. Dengan gaya noir yang kental, film ini dibuat sangat tegang dan cool. Memiliki cerita yang kompleks dan smart, Brick membuat kita harus bersabar untuk menikmatinya. Sebuah film yang unik dan berbeda.

No comments:

Post a Comment